Gak Sepi Kok, Ini Tiga Jejak Suara di Luar Angkasa


IGZ
 - Ketika seseorang terlempar ke luar angkasa, berteriak menjerit meminta pertolongan, apakah suara itu akan terdengar? Tidak ada seorangpun bahkan stasiun luar angkasa tidak mendengar. Di sana ruang hampa udara yang teramat luas, dan banyak yang beranggapan suara tidak eksis di luar angkasa. 

Luar angkasa tidak sepenuhnya hampa suara, karena di sana dipenuhi banyak benda seperti bintang-bintang, awan gas dan debu. Gas antar-bintang itu cukup padat untuk menghantarkan suara, namun dalam frekuensi yang tidak terdengar oleh manusia.

Suara di luar angkasa itu ada. Bagaimana bisa? Perumpamaan seperti petasan yang meledak, ini akan mendorong molekul udara terdekat. Molekul yang dipindahkan akan saling bertabrakan dengan (molekul) tetangganya, terus bergerak dikenal sebagai gelombang. Mereka akan bergetar (osilasi) naik turun (seperti riak gelombang air). Satu osilasi perdetik diterjemahkan sebagai frekuensi satu Hertz (Hz).

Media lebih padat membawa suara dengan panjang gelombang lebih pendek, berlaku juga sebaliknya. Suara dengan panjang gelombang lebih panjang, memiliki frekuensi yang lebih rendah, dan kita kenal sebagai nada rendah.

Dalam media gas, gelombang suara merambat dengan frekuensi sangat rendah, tidak terdengar oleh manusia. Gelombang ini disebut infrasonik. Manusia tidak mampu mendengar suara dibawah frekuensi  20 Hz. Andai saja kita memiliki pendengaran super, nada yang sangat rendah ini akan terdengar menarik di telinga kita.

Ada tiga jenis jejak suara di luar angkasa:

  • Senandung lubang hitam (blackhole song
  • Groaning planet (Bumi yang mengerang) 
  • Dentuman besar awal (sound of big-bang


Blackhole song (senandung Iubang hitam). 
Lubang hitam alias blackhole adalah fenomena kehancuran bintang yang tersedot gravitasinya sendiri. Tahun 2003 teleskop Chandra-X milik NASA menangkap suara dari blackhole Perseus berjarak 250 juta tahun cahaya (sekitar 7,4 trilyun km) yang berfrekuensi super-rendah, sekitar satu miliar kali (1.000.000.000.000 x) lebih rendah dari frekuensi terendah yang mampu manusia dengar. Suara terendah yang bisa kita dengar bersiklus satu osilasi per 20 detik. Blackhole Perseus memiliki siklus satu osilasi per 10.000.000 tahun. Dan ini terus dimainkan sepanjang waktu.Teleskop Chandra X menemukan pola dalam gas yang mengisi Perseus berupa cluster, cincin konsentris terang dan gelap, seperti riak air di dalam kolam.

Groaning planet (suara Bumi mengerang). Bumi kita "mengerang" pada saat (dasar) keraknya bergeser, kadang-kadang suara frekuensi rendahnya terbawa ke ruang angkasa. Selama gempa bumi, goncangan tanah dapat menghasilkan getaran ke atmosfer, dengan frekuensi 1-5 Hz. Jika gempa cukup kuat, ia dapat mengirim gelombang infrasonik menembus atmosfer ke ruang angkasa.

Ketika gempa berkekuatan 9.0 SR mengguncang pesisir Jepang pada Maret 2011, ini memicu getaran frekuensi rendah di atmosfer. Getaran tersebut terdeteksi satelit GOCE milik European Space Agency. Misi mereka melakukan mapping gravitasi seantero Bumi dari orbit terendah, 270 kilometer di atas permukaan. Uniknya satelit ini bisa merekam gelombang suara yang dihasilkan dari bencana tsunami itu.


Sound of bigbang (Suara awal alam semesta
). Jika kita kembali ke masa 760.000 tahun pertama setelah bigbang (ledakan pembentuk alam semesta), kita akan banyak mendengar suara infrasonik, yang berasal dari semesta yang sedang tumbuh. Pada masa itu, materi di alam semesta masih cukup padat sehingga gelombang suara dapat melewatinya.

Foton (partikel kecil cahaya) pertama mulai melakukan perjalanan melalui alam semesta sebagai cahaya. Ketika proton dan neutron mulai membentuk atom bermuatan netral, cahaya bebas muncul bersinar di semua tempat. Saat ini cahaya itu telah mencapai angkasa kita sebagai pancaran gelombang mikro, dan hanya terlihat oleh teleskop radio yang super-sensitif.

Fisikawan menyebutnya cosmic microwave background yang merupakan cahaya tertua dan (konon) berisi rekaman suara tertua di alam semesta.  Gelombang suara bergerak di alam semesta menyebabkan variasi tekanan terjebak dalam medium gas, meninggalkan jejak variasi suhu di latar belakang gelombang mikro kosmik. Fisikawan John G. Cramer berhasil merekonstruksi suara-suara tersebut, lalu dia menggandakan frekuensi 10²⁶ (10 kuadrat 26) !! Supaya terdengar oleh telinga manusia.

Luar angkasa adalah dunia yang kedap udara sehingga gelombang suara frekuensi normal tidak terdengar oleh manusia. Fenomena yang terjadi dan bisa terdeteksi satelit adalah jejak suara yang tersimpan dalam partikel cahaya. Tentunya suara ini adalah berfrekuensi sangat rendah sehingga telinga manusia tidak mampu untuk mendengarnya. Hal ini menjadi bukti bahwa luar angkasa tidak sesunyi yang kita kira. ***

Share on Google Plus

About Ari Cahyono

    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 Comments:

Posting Komentar